Postingan

Hari Keluarga Nasional, Keluarga Yang Baik Cerminan Bangsa Yang Baik

            Seperti biasa setiap tanggal 29 Juni Indonesia memperingati hari keluarga nasional (Harganas). Peringatan Harganas diinisiasi oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana sejak tahun 1949, tepatnya 29 Juni 1949. Sejarah dari harganas ini dimulai dari kembalinya para pejuang kemerdekaan kepada keluarganya. Karena tepat seminggu sebelumnya Belanda menyerahkan secara penuh kedaualatan Indonesia kepada bangsa Indonesia. Hingga pada tahun 2014 melalui keputusan Presiden RI Nomor 39 tahun 2014, tanggal 29 Juni ditetapkan sebagai hari keluarga nasional dan bukan hari libur.             Momentum harganas setiap tahunnya selalu membawakan misi yang berbeda, tetapi tujuan utamanya ialah menciptakan kesadaran dan mengingatkan kepada seluruh masyarakat Indonesia betapa pentingnya membangun pengetahuan tentang keluarga. Pengetahuan-pengetahuan ini tentunya akan membangun sebuah pondasi keluarga yang harmonis dan juga keluarga yang dapat merencanakan kehidupan yang lebih baik. Peri

Relasi Makna “Mudik” dan “Pulang Kampung” Antara Makna Leksikal dan Sosial

Jagat dunia maya sempat dihebohkan oleh pernyataan Presiden Joko Widodo perihal “Mudik” dan “Pulang kampung” saat diwawancarai oleh Najwa Shihab di acara Mata Najwa, dengan tajuk “Jokowi diuji pandemi” 22 April 2020 yang lalu. Hal ini menjadi viral di sosial media karena Presiden Jokowi mengartikan dua kata tersebut dengan makna yang berbeda. Presiden mengartikan bahwa pulang kampung ialah kembalinya orang-orang ke kampung halaman karena tidak adanya lapangan pekerjaan. Sedangkan, mudik diartikan oleh presiden sebagai kembalinya orang-orang ke kampung halamannya karena akan melaksanakan lebaran Idul Fitri bersama keluarga di kampung halaman.             Sejak pernyataan ini beredar, banyak masyarakat yang memperdebatkan masalah ini, tak sedikit orang-orang yang langsung membuka kitab Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) untuk mencari kedua makna itu yang sebenarnya. Jika kita melihat arti yang tertuang di dalam KBBI mudik dan pulang kampung turut diartikan sama. Hal ini jika kita liha

Solidaritas dan Modal Sosial Kunci Hadapi Covid-19

Saat ini negara-negara di dunia sedang melawan musuh bersama, musuh yang tidak nampak dan tidak dapat dilawan dengan menggunakan tenaga militer yang kuat dari Amerika ataupun peralatan perang yang secanggih Korea Utara. Musuh bersama ini ialah Corona Virus Disease (Covid-19). Ditengah mewabahnya infeksi Covid-19 yang semakin tinggi angka penyebarannya di seluruh negara di dunia, banyak negara yang melakukan berbagai kebijakan termasuk Indonesia guna memutus rantai penyebarannya. Sejak tulisan ini dibuat, hari Jumat 24 April 2020, berdasarkan data dari worldometers terdapat 2,736,188   kasus, 191,423 kematian, dan sebanyak 751,805 yang berhasil dipulihkan. Sedangkan jika kita melihat kasus di Indonesia sebanyak 8,211 kasus yang terkonfirmasi, 689 jumlah kematian dan 1,002 yang berhasil sembuh. Ini menempatkan Indonesia berada di urutan ke 36 negara di dunia dan nomor 2 terbanyak di Asia Tenggara setelah Singapura. Kemungkinan angka-angka ini akan terus bertambah mengingat belum

Efektifkah Pembelajaran Daring?

Mewabahnya pandemi coronavirus disease 2019 (Covid-19) yang berakar dari kota Wuhan China hingga saat ini bermuara ke beberapa negara di dunia, tidak terkecuali Indonesia dan menimbulkan permasalahan yang cukup kompleks. Pada awal Maret kemarin Indonesia merilis terdapat dua orang yang positif terinfeksi Covid-19 di Depok, dan sejak saat itu mulai bertambah data orang yang terinfeksi di Indonesia. Merespon hal itu, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijkan mulai dari, Social Distancing, Pyhsical Distancong, Pembatasan Sosial Berskala Besar, menggunakan masker dalam beraktifitas, hingga terakhir dilarangnya masyarakat unruk melakukan kegiatan mudik menjelang lebaran Idul Fitri 1441 Hijriah.             Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah memiliki dampak yang sangat dirasakan oleh berbagai pihak, baik secara ekonomi, sosial, maupun pendidikan. Kebijakan pembatasan fisik antara orang satu dengan orang lainnya menyebabkan berbagai kegiatan yang seharusnya dilakukan di tempat yang s

Dampak Sosial Media Bagi Kesehatan Mental

            Pada awal Oktober 2019 kemarin kita mendengar mantan personil girlband F(x) sekaligus artis Korea Sulli ditemukan tidak bernyawa di kediamannya di   kawasan Seongnam, Provinsi Gyeonggi, Seoul Selatan. Sulli ditemukan oleh seseorang yang merupakan salah satu anggota dari agensinya sendiri, yaitu SM Entertainment.             Apakah ada kaitannya kematian Sulli dengan permasalahan mental dan media sosial? Ya, tentu saja ada kaitannya. Sejak kasus kematian Sulli mulai muncul di permukaan, banyak media yang mengaitkan kematian artis cantik Korea ini dengan kejamnya kehidupan media sosial. Hampir dari semua pemberitaan di lini masa baik media cetak maupun yang tersebar secara daring menampilkan pemberitaan Sulli dengan melibatkan para netizen yang diduga ikut menjadi penyebab bunuh dirinya Sulli.             Seperti halnya situs berita daring tirto.id yang menampilkan pemberitaan yang di publish pada tanggal 17 Oktober 2019 dengan judul yang bertajuk “Bunuh Diri Sull
Pangkalpinang 3 Desember 2019             Jangan pernah untuk menjadi bunglon sosial!! “Jujurlah terhadap diri sendiri dengan tidak menjadi bunglon-bunglon sosial – Daniel Goleman” Mungkin pernah diantara kita, apakah itu kamu atau saya yang mencoba untuk menyenangkan hati orang lain, menirukan orang lain, atau berpura-pura nyaman ketika berada di sebuah kelompok pertemanan.   terkadang dalam pergaulan sosial, tidak jarang dari kita memiliki “Circle of Friends” atau lingkaran pertemanan yang berbeda. Tidak hanya berbeda, bahkan mungkin saling bertolak belakang dengan kelompok satu dengan kelompok lainnya ketika kita melakukan kontak sosial di dalamnya, dan hal itu menjadi situasi yang canggung dalam obrolan yang kemudian menjadikan diri kita seorang bunglon sosial. Seorang bunglon sosial akan membohongi dirinya sendiri, dengan cara dia merasa nyaman di dalam pergaulan sosial dengan memenuhi ekspektasi lawan komunikasinya. Tetapi, terkadang mereka mengalami perang yang se

Gadis Padei (Sebuah risalah gadis Bangka)

Allahuakbar Allahuakbar... Allahuakbar Allahuakbar... Terdengar samar-samar suara adzan subuh yang sedang berkumandang, memecah gelapnya malam hingga menembus lelap tidurku. Aku bergegas berangkat dari tempat tidurku sembari meraba kacamata yang berada tepat di atas meja belajarku, menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu dan menunaikan sholat subuh. Di dapur, aku melihat ibu yang sedang membakar kayu yang ia ambilkan di hutan sore kemarin, kayu yang ia gunakan untuk memasak sehari-harinya. Dengan senyuman kecil ibu melontarkan sepatah kata kepadaku. “ selamat pagi anak gadis emak? ” aku hanya membalas perkataan ibu dengan senyuman kecil juga yang membuat otot-otot wajahku bekerja di pagi ini. Oh ya, nama ku Wulan. Aku dilahirkan oleh seorang mailakat tanpa sayap tepat 16 tahun yang lalu di tanah Wangka. Ketika usiaku 2 bulan bapak meninggalkan kami untuk selama-lamanya. Bapak meninggal ketika tertimbun pasir ketika sedang berada di kolong TI (Tambang Inkonvensional)