Efektifkah Pembelajaran Daring?
Mewabahnya pandemi coronavirus
disease 2019 (Covid-19) yang berakar dari kota Wuhan China hingga saat ini bermuara
ke beberapa negara di dunia, tidak terkecuali Indonesia dan menimbulkan
permasalahan yang cukup kompleks. Pada awal Maret kemarin Indonesia merilis
terdapat dua orang yang positif terinfeksi Covid-19 di Depok, dan sejak saat
itu mulai bertambah data orang yang terinfeksi di Indonesia. Merespon hal itu,
pemerintah mengeluarkan beberapa kebijkan mulai dari, Social Distancing,
Pyhsical Distancong, Pembatasan Sosial Berskala Besar, menggunakan masker dalam
beraktifitas, hingga terakhir dilarangnya masyarakat unruk melakukan kegiatan
mudik menjelang lebaran Idul Fitri 1441 Hijriah.
Kebijakan yang dilakukan
oleh pemerintah memiliki dampak yang sangat dirasakan oleh berbagai pihak, baik
secara ekonomi, sosial, maupun pendidikan. Kebijakan pembatasan fisik antara
orang satu dengan orang lainnya menyebabkan berbagai kegiatan yang seharusnya
dilakukan di tempat yang seharusnya sekarang dilakukan di rumah. Bekerja di
rumah, beribadah di rumah dan belajar di rumah. Semua dilakukan di rumah, guna
meminimalisir kontak sosial yang berpotensi menyebarkan Covid-19 secara masif.
Sejak diberlakukannya kebijakan belajar di rumah yang
dikeluarkan oleh pemerintah melalui kementrian pendidikan dan kebudayaan,
banyak hal yang harus dievaluasi mengenai kebijakan ini. Setelah masyarakat
dilanda wabah Covid-19 banyak permasalahan dalam proses kegiatan mengajar
daring yang tidak terduga. Mulai dari kesiapan tenaga pendidik, fasilitas,
kesiapan siswa hingga kesiapan orang tua. Berdasarkan pengamatan di lapangan,
fasilitas yang tidak merata menimbulkan kebingungan antara pendidik yang
sebagai pemberi ilmu dan siswa atau orang tua sebagai orang kedua yang merespon
pendidik dalam kegiatan belajar mengajar. Hal ini biasanya dirasakan oleh orang
tua dan siswa yang tidak memiliki smart
phone yang memadai untuk bersinggungan langsung dengan kegiatan belajar
mengajar. Sehingga tidak jarang melakukan pembelajaran secara berkelompok, yang
sudah jelas diluar dari kebijakan pemerintah mengenai physical distancing atau pembatasan jarak.
Selain itu juga permasalahan lainnya, kebijakan belajar
mengajar yang diadakan diluar kelas atau di rumah juga terkadang menghambat
proses belajar itu sendiri. Misalkan saja, permasalahan kouta internet yang
menjadi pijakan pokok untuk melakukan pembelajaran apakah ada dimiliki oleh
setiaap orang tua dan anak didik. Karena kita ketahui pendepatan orang tua
siswa-siswi relatif berbeda-beda. Mungkin ada yang mempunyai pendapatan yang
mencukupi, dan ada juga yang bekerja harian yang mungkin masih kekurangan.
Kemudian berujung beban terhadap orang tua siswa.
Hal lain yang dirasa
kurang efektif dalam pembelajaran daring ini yaitu adanya kontradiktif antara
sistem belajar yang sesungguhnya. Proses belajar mengajar normalnya untuk
mendapatkan ilmu dari pendidik, melakukan diskusi, berinteraksi, dan saling
bertukar fikiran untuk memperoleh ilmu yang baru. Tetapi senyatanya pada proses
belajar mengajar daring ini tidak jarang
guru hanya memberikan beban berupa tugas untuk murid yang dirasa sistem
pembelajaran seperti ini kurang efektif dalam mendapatkan ilmu. Kreatifitas
siswa juga kurang terasah ketika model home
learning ini dilakukan. Beberapa hari yang lalu keponakan saya yang saat
ini lagi duduk di bangku kelas 5 SD menjalankan proses belajar mengajar secara
daring, siswa dianggap mengikuti kelas jika mengisi absen yang dituliskan oleh
sang guru, dan kemudian guru memberi tugas siswa yang mengerjakan. Konsep
seperti ini sebenarnya sangat jauh dan bertentangan sekali dengan konsep
“Merdeka Belajar” yang dikemukakan oleh Nadiem Makarim.
Kemudian ada kesalahan
persepsi tenaga pengajar mengenai konsep pembelajaran jarak jauh ini. Seharusnya
budaya berdiskusi, budaya mengajar dan belajar, dialog, tanya jawab seharusnya
tetap ada. Walaupun hanya sebatas metode daring baik dari beberapa aplikasi
yang digunakan.
Saya rasa Indonesia terutama beberapa daerah masih gagap
dalam merespon kebijakan untuk melakukan segala aktifitas dari jarak jauh yang
menekan masyakat untuk menggunakan teknologi. Sebagai bahan evaluasi, mungkin
jika tidak ada wabah Covid-19, Indonesia masih jauh untuk menerapkan penggunaan
teknologi sebagai teknik pembelajaran jarak jauh. Kita bisa melihat bahwa
kurangnya kesiapan kita untuk merespon ini semua, harus saya akui bahwa
pembelajaran menggunakan sistem daring ini sangat kurang efektif dengan
karakteristik masyarakat kita yang notabene-nya masih kekurangan di beberapa
aspek, selain fasilitasnya yang kurang memadai dan terkendala akses dari siswa
tersebut.
Selain itu saya akui juga, dengan fenomena yang saat ini
sedang terjadi yakni pandemi Covid-19 di Indonesia kita bisa mulai melatih diri
untuk terbiasa menggunakan teknologi yang efektif dan efesien. Semua akan bisa
karena terbiasa, pekerjaan besar negara kita menciptakan masyarakat terutama
para pendidik yang bersahabat dengan teknologi agar dapat secara maksimal
mencerdaskan anak-anak bangsa.
Oleh karena itu, kesiapan yang matang adalah kunci
kesuksesan dari beberapa tindakan untuk meminimalisir konsekuensi yang tidak
diinginkan. Saya harus mengatakan bahwa Covid-19 memberikan setrum bagi kita
agar dapat mempersiapkan segala hal dengan matang. Jangan ketika ada wabah
seperti ini kita baru bisa menjadi alternatif lain yang padahal seharusnya
alternatif itu sudah bisa kita dicoba di jauh hari.
Komentar
Posting Komentar