Relasi Makna “Mudik” dan “Pulang Kampung” Antara Makna Leksikal dan Sosial
Jagat dunia maya sempat
dihebohkan oleh pernyataan Presiden Joko Widodo perihal “Mudik” dan “Pulang
kampung” saat diwawancarai oleh Najwa Shihab di acara Mata Najwa, dengan tajuk
“Jokowi diuji pandemi” 22 April 2020 yang lalu. Hal ini menjadi viral di sosial
media karena Presiden Jokowi mengartikan dua kata tersebut dengan makna yang
berbeda. Presiden mengartikan bahwa pulang kampung ialah kembalinya orang-orang
ke kampung halaman karena tidak adanya lapangan pekerjaan. Sedangkan, mudik
diartikan oleh presiden sebagai kembalinya orang-orang ke kampung halamannya
karena akan melaksanakan lebaran Idul Fitri bersama keluarga di kampung
halaman.
Sejak pernyataan ini beredar, banyak masyarakat yang
memperdebatkan masalah ini, tak sedikit orang-orang yang langsung membuka kitab
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) untuk mencari kedua makna itu yang
sebenarnya. Jika kita melihat arti yang tertuang di dalam KBBI mudik dan pulang
kampung turut diartikan sama. Hal ini jika kita lihat dalam konteks bahasa,
KBBI mengartikan kedua kata tersebut sebagai sinonimi atau bermakna sepadan. Tetapi
dalam tulisan ini saya ingin menguraikan kata mudik dan pulang kampung yang
cukup banyak telah “digoreng” oleh beberapa kelompok orang ke dalam konteks
yang lebih luas.
Dalam banyak
pemberitaan di sosial media, banyak orang yang hanya secara gamblang
menjelaskan terminologi mudik dan pulang kampung berdasarkan makna leksikal (makna
yang terdapat dalam kamus) dan tidak secara implisit. Jika secara leksikal
tentu arti kata mudik dan pulang kampung seperti yang telah banyak dikutip
banyak orang dari KBBI. Mudik merupakan kelas kata kerja yang memiliki arti
berlayar, pergi ke udik (hulu sungai, pedalaman), atau pulang ke kampung
halaman. Sedangkan jika kita melihat arti dari pulang kampung memiliki arti
yang sama yaitu kembali ke kampung halaman,
mudik. Tentu dengan makna leksikal ini penyataan yang dikeluarkan oleh
Presiden Jokowi terkesan ia tidak mengerti arti konteks mudik dan pulang
kampung, dan mengakibatkan banyak orang yang mencibir hal tersebut.
KBBI sebagai patokan sebenarnya menunjukan bahwa ada
beberapa kata yang bermakna hampir sama, tetapi sesungguhnya secara makna
bahasa dalam masyarakat berbeda penggunaannya. Kamus manapun, termasuk KBBI
selalu berkembang. Kadang apa yang berkembang di dalam masyarakat belum tentu selalu
terekam di kamus. Penggunaan bahasa di dalam masyarakat terkadang memiliki arti
yang berbeda. Seperti halnya tradisi pesantren di Jawa. Ada kata pulang dan
puas, “Pulang” itu seperti mudik, sedangkan “Puas” itu pulang kampung, entah
itu karena dikeluarkan dari pesantren ataupun mengundurkan diri, tapi intinya
pulang bukan karena selesai pendidikan.
Menurut Profesor Harimurti Kridalaksana, yang merupakan
seorang pakar sastra Indonesia dan merupakan guru besar di Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Indonesia mengatakan bahwa kata “pulang kampung” lebih dulu muncul
daripada kata “mudik”. Kata “mudik” berasal dari bahasa Melayu yaitu udik, yang
berarti desa atau dusun. Kata mudik juga di dalam bahasa Jawa berasal dari
“mulih dilik” yang berarti pulang sebentar. Jika dilihat seharusnya durasi
mudik lebih relatif sebentar ketimbang dengan kata pulang, yang bisa saja
dimaknai tidak akan balik.
Bahasa di dalam masyarakat terkadang tidak dapat
diartikan secara konteks leksikal saja. jika kita melihat penutur bahasa
Indonesia sekarang, baik secara lisan maupun tulisan mudik dan pulang kampung
memang memiliki relasi makna yang bias. Jika secara leksikal kedua kata
tersebut merupakan sinonimi tetapi pada kenyataannya tidak sedikit yang
menunjukan bahwa mudik dan pulang kampung tidak bisa selalu dipertukarkan pemakaiannya.
Dalam konteks kekinian, pergeseran makna di dalam masyarakat
mengidentifikasikan bahwa mudik merupakan kegiatan balik ke kampung halaman
ketika menjelang hari raya, dengan maksud melaksanakan kumpul lebaran bersama
keluarga. Akan tetapi dalam penggunaan pulang kampung biasanya akan menambahkan
penjelasan dengan konteks kata lebaran. Misalnya seperi “tahun ini lebaran
pulang kampung gak mas?” dan sebaliknya dengan munggunakan kata mudik, penutur
akan mengatakan kepada petutur misalnya seperti “gimana, tahun ini mudik gak
mas?”. Dengan pertanyaan itu kita secara spontan akan mengerti konteksnya,
bahwa yang di maksud dengan si penutur adalah melakukan kegiatan pulang kampung
untuk melaksanakan hari raya di kampung halaman.
Di dalam ranah sosial sebenarnya kegiatan antara mudik
dan pulang kampung merupakan bagian dari mobilitas penduduk. Seperti halnya
dalam konteks linguistik, terminologi mudik dan pulang kampung dapat dibedakan
pemaknaannya. Terminologi mudik relatif mengacu kepada migran permanen yang
menetap di suatu daerah dengan jangka waktu lebih dari 6 bulan dan bermaksud
untuk melakukan pulang kampung dengan niat ingin merayakan idul fitri, dan
berniat kembali ke kota tersebut setelah merayakannya. Atau bisa juga dengan
non-migran atau seseorang yang lahir di suatu kota, kemudian ingin “mudik” ke
rumah orang tuanya di desa dan setelah itu akan kembali lagi ke kota tersebut
setelah perayaan selesai.
Lain halnya dengan terminologi pulang kampung yang
relatif mengacu kepada migran non-permanen yang menetap di suatu kota dengan
jangka waktu yang tidak menentu, selama masih ada lapangan pekerjaan untuk
mereka. Mengacu pada definisi badan nasional penanggulangan bencana (BNPB),
seseorang yang pulang ke kampung halaman tidak akan kembali ke kota karena
sudah tidak memiliki pekerjaan di kota. Yang artinya ia akan menetap kembali di
daerah asalnya. Berdasarkan apa yang dijelaskan oleh Prof. Aswatini yang
merupakan Profesor Riset LIPI bidang Demografi Sosial bahwa, mobilitas penduduk
mudik dan pulang kampung dipengaruhi oleh faktor pendorong dan penarik. Faktor
inilah yang memotivasi penduduk untuk melakukan mobilitas. Kemudian penelusuran
motif mobilitas inilah yang perlu dilakukan, hal ini dikarena akan berdampak
pada daerah asal (desa) atau daerah yang akan menjadi tujuan mereka (kota).
Jadi dalam konteks pemaknaan kedua kata tersebut tidak
dapat kita secara gamblang mengartikannya secara pasti ke dalam satu perspektif
leksikal saja, seperti yang telah saya jelaskan bahwa kamus baik itu KBBI atau
kamus manapun selalu berkembang. Adakalanya apa yang berkembang di dalam
masyarakat tidak terekam oleh kamus, perkembangan masyarakat yang dinamis
memungkinkan beberapa makna yang tidak bisa digeneralkan secara pasti seperti
halnya mudik dan pulang kampung ini. Oleh karena itu, ketika kita melihat
pernyataan yang dikeluarkan oleh Presiden Jokowi sepertinya ia lebih memaknai
kata pulang kampung kembali selamanya, tidak balik kembali. Berbeda dengan
mudik yang pasti dilik (sebentar). Mungkin ia terbawa pengetahuannya dalam
bahasa Jawa dan memahaminya sebagai konteks yang berkembang di dalam masyarakat,
sedangkan Najwa taunya mudik dalam bahasa Indonesia yang dia tau sama-sama
berarti pulang kampung.
Komentar
Posting Komentar